A. KEPADATAN BANGUNAN
Kepadatan bangunan merupakan salah satu aspek dalam upaya pengendalian perkembangan tata ruang dan tata bangunan serta tata lingkungan yang memperhatikan keserasian, fungsional, estetis serta ekologis dalam pemanfaatan ruang lahan. Kepadatan bangunan berpengaruh terhadap intensitas daerah terbangun yang merupakan optimaslisasi kemampuan lahan berbanding luas lahan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau biasa disebut Building Coverage merupakan prosentase angka perbandingan antara seluruh luas lantai dasar bangunan dengan luas lahan perpetakan.
Untuk dapat menghitung besar nilai koefisien dasar bangunan atau building coverage pada suatu wilayah digunakan pertimbangan terhadap air tanah. Pertimbangan tersebut digunakan untuk mempertimbangkan kelestarian air tanah. Hal ini berkaitan dengan penentuan Building Coverage (BC) pada suatu lokasi. Prinsip dasarnya adalah menghitung berapa besar daerah yang tetap terbuka atau dilestarikan agar air dapat ruang infiltrasi secukupnya. Hal ini juga berguna untuk menjaga ketersedian cadangan air tanah sehingga dapat mengimbangi penggunaan air tanah dan mencegah penurunan tanah pada daerah tersebut. Secara matematis infiltrasi dapat dihitung dengan mempergunakan rumus sebagai berikut: (Mock F. J,1980 )
Dimana:
Qinf = Debit Infiltrasi (I/detik)
C = Koefisien Infiltrasi
I = Intensitas Infiltrasi minimum (m/ hari)
A = Luas Lahan (m2 )
Kemudian untuk mengetahui debit infiltrasi per Ha nya sebagai berikut
Keseimbangan terjadi apabila per m2 tersebut sebanding dengan penurunan 0,0011/m muka air tanah yang diambil yakni :
Dimana:
Iinf = pengambilan air tanah (I/detik)
S = koefisien kandungan
A = luas lahan ( m² )
Sedangkan S diperoleh dari :
Dimana:
Tmin = waktu yang dibutuhkan oleh muka air tanah untuk kembali semula
(stabil)
Vrata-rata = kecepatan yang dibutuhkan (cm/menit)
ho = tinggi muka air normal
Jadi daerah yang harus terbuka sebagai berikut :
Sehingga Building Coverage (BC) = A-OS
B. KETINGGIAN BANGUNAN
Kriteria yang diambil dalam menentukan ketinggian bangunan adalah :
1) Pertimbangan jalur pesawat terbang
Pada kota-kota yang mempunyai bandar udara, diperlukan persyaratan daerah yang terbuka dan bebas gangguan untuk naik dan turunnya pesawat (Air Clearence). Hal ini akan mempengaruhi perijinan tinggi bangunan, terutama pada daerah yang dilalui jalur pesawat terbang tersebut.
Daerah tersebut terbagi dalam 6 daerah sebagai berikut :
Daerah pendekatan 1 : Panjang 7575 m, lebar minimum 152 m maksimum 318 m
dengan kemiringan 50:1.
Daerah pendekatan 2 : Panjang 7575 m, lebar minimum 318 m maksimum 1834 m.
Daerah keliling 1 : Jari-jari 2272,5 m, tinggi 45,5 m.
Daerah keliling 2 : Jari-jari 9090 m, ketinggian 151,5 m.
Daerah kerucut : Jarak 2272,5 m terendah 45,5 m tertinggi 151, 5m, dengan
kemiringan 20 : 1.
Daerah transisi : Dengan kemiringan 7 : 1.
2) Pertimbangan terhadap Floor Area Ratio (FAR)
Floor Area Ratio merupakan perbandingan total luas lantai dengan total lantai dasar atau total luas lantai dibagi total lantai dasar.
Hubungan dengan ketinggian bangunan ada kaitannya dengan Building Coverage (BC) yaitu perbandingan luas dasar dengan total luas lahan
Sedangkan Land Use Intensity (LUI) adalah sistem dengan skala angka dirancang untuk mengukur intensitas penggunaan lahan dengan mengintrepetasikan luas lantai dengan luas area. Prinsip LUI merupakan perluasan FAR, karena di dalamnya terdapat perbandingan ruang parkir, open space, ruang rekreasi serta ruang simpan mobil terhadap luas lantai seluruhnya.
3) Pertimbangan Terhadap Bahaya Kebakaran
Dengan adanya pertimbangan terhadap bahaya kebakaran, diharapkan agar bangunan yang direncanakan tidak terlalu tinggi dan rapat, sehingga bila keadaan gawat darurat mobil pemadam kebakaran dapat dengan mudah masuk dan memadamkan api.
Sesuai dengan petunjuk Perencanaan Struktur Bangunan yang dikeluarkan DPU tahun 1987 tentang pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung, menentukan batas ketinggian maksimum bangunan dan batas maksimum luas lantai yang dipergunakan.
Untuk menggunakan bangunan untuk perumahan, perkantoran, pabrik, dan gudang, ketinggian maksimal tidak dibatasi, sedangkan penggunaan bangunan untuk pertokoan dan fasilitas umum dibatasi ketinggian maksimum ± 28 m atau sekitar 5-6 lantai. Ketentuan DPU tentang standar batas ketinggian dan luas lantai bangunan sesuai dengan kemampuan teknologi pemadam kebakaran yang ada di Indonesia.
4) Pertimbangan terhadap Angle of Light Obstruction (ALO)
ALO adalah sudut bayangan matahari yang menerpa suatu bangunan, yang dipertimbangkan untuk membatasi tinggi bangunan dengan tujuan untuk pengeringan dan pencahayaan di sekitar bangunan. Penentuan jarak antar banguan dilakukan dengan menggunakan perbandingan ALO (Angle Of Light). Sudut ALO ditentukan sebesar 450
- a. Koefisien Lantai Bangunan
Pengaturan KLB mempunyai fungsi untuk mengarahkan pertumbuhan dalam suatu lahan sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimilikinya. Penentuan nilai ini berkaitan erat dengan penentuan tinggi bangunan dan koefisien dasar bangunan yang diarahkan pada suatu lahan. Selain itu, dalam pengaturan koefisien lantai bangunan ini juga dipengaruhi oleh fisik kota seperti daya dukung lahan, baik daya dukung tanah untuk menopang beban berat bangunan maupun daya tampung lahan untuk menampung aktivitas yang berkembang di kawasan perencanaan.
C. KONDISI BANGUNAN
Di dalam area inti, secara umum kondisi bangunan berupa campuran antara bangunan permanen, semi permanen, dan tidak permanen yang masing-masing lebih terperinci lagi kedalam kondisinya yang baik, sedang, dan buruk. Berdasarkan klasifikasi ini selanjutnya dapat ditentukan bangunan-bangunan yang akan dipertahankan atau yang akan direhabilitasi.
D. GARIS SEMPADAN JALAN
Untuk mengetahui sempadan bangunan diperlukan data-data seperti dimensi jalan yang berpengaruh pada kawasan perencanaan, kecepatan dan waktu reaksi untuk mengerem kendaraan.
Catatan :
Tulisan ini tentunya sangat belum Lengkap…. Sekedar berbagi Ilmu doank gang….. 🙂
sumbernya mana?
BAGAIMANA ANATARA LAPIS DAN KETINGGIAN BANGUNAN LEBIH UTAMA YANG MANA